KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS
DAN PETA KONSEP SISWA SMP MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER
Samsul Bahri1,
Rahmah Johar1, M. Duskri2
1)Prodi Magister
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2)Prodi Pendidikan
Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan Universitas
Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh
Email:
sison.bahri@gmail.com
Abstrak: Matematika merupakan ilmu terstruktur yang setiap
materinya saling berkaitan. Untuk memahami materi matematika yang saling
berkaitan ini perlu adanya kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi
matematis sangat penting dan merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki
dan tidak dapat dihindari kehadirannya disaat seseorang mempelajari matematika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Perbedaan peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran
advance organizer dan siswa yang
memperoleh pembelajaran secara metode konvensional, interaksi model pembelajaran advance
organizer dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa, dan kemampuan membuat peta konsep
siswa SMP yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran advance organizer. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 5 Lhokseumawe yang terdiri atas sepuluh kelas. Sebagai sampel dipilih secara acak
kelas yang akan menjadi subjek penelitian terpilih VII1 sebagai
kelas
eksperimen dan kelas VII5 sebagai kelas kontrol. Instrumen
penelitian dalam penelitian ini adalah tes kemampuan koneksi matematis berbentuk
soal uraian berjumlah 5 butir soal. Nilai reliabilitas masing-masing instrumen
tersebut sebesar 0,672. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran advance organizer lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pemebelajaran secara metode konvensional di SMP Negeri 5
Lhokseumawe. (2) Tidak terdapat interaksi model pembelajaran advance organizer dengan kemampuan awal
siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. (3) Kemampuan
siswa membuat peta konsep pada pembelajaran matematika melalui model
pembelajaran advance organizer
dilaksanakan dengan baik. Penggunaan model advance
organizer dalam pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan
matematis dan kaiatan dengan membuat
peta konsep siswa SMP siswa menjadi lebih baik. Terdapat perbedaan yang
signifikan kemampuan koneksi matematis antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan model advance organizer
daripada yang menggunakan pendekatan konvensional
Kata Kunci: Model Pembelajaran Advance Organizer, Kemampuan Koneksi Matematis, dan Peta Konsep
Pendahuluan
Matematika memiliki
peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam perkembangan
sains dan teknologi. Matematika
merupakan pondasi penting untuk mendorong kemampuan berfikir abstrak siswa.
Objek mendasar guru matematika adalah untuk membuat siswa memiliki perintah
yang lebih baik dari pengetahuan matematika dasar dan menumbuhkan kemampuan
dasar mereka. Banyak pada
bidang ilmu pengetahuan yang lain, seperti: kimia, fisika, biologi, ekonomi,
dan lain-lain yang diselesaikan dengan menggunakan kemampuan matematika.
Matematika merupakan ilmu
terstruktur yang setiap materinya saling berkaitan. Untuk memahami materi matematika
yang saling berkaitan ini perlu adanya kemampuan koneksi matematis. Kemampuan
koneksi matematis sangat penting dan merupakan salah satu kemampuan yang harus
dimiliki dan tidak dapat dihindari kehadirannya disaat seseorang mempelajari
matematika. Seperti kesepakatan oleh para ahli matematika yang menetapkan lima
kemampuan dasar matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (raesoning and proff), koneksi (communication),
koneksi (connections), dan
representasi (representasion)
(Sumarno: 2012).
Menurut Afgani (2011: 4.19)
kemampuan koneksi matematis (mathematical
connections) didasarkan bahwa matematika sebagai koneksi antar topik
matematika (body of knowlegde),
koneksi dengan disiplin ilmu lain, serta digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui kemampuan koneksi matematis (mathematical connections) maka konsep pemikiran dan
wawasan siswa semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya berfokus pada
topik tertentu saja yang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sifat positif
terhadap matematika itu sendiri.
Berdasarkan
kajian terdahulu yang dilakukan peneliti melalui observasi
kelas dan wawancara dengan Rahmat
(2013) pada salah satu sekolah SMP di Banda Aceh dimana kemampuan siswa untuk
melakukan koneksi matematika masih rendah. Siswa mampu menemukan jawaban atas
persoalan yang diberikan tetapi mereka tidak yakin untuk mengemukakan alasan
dalam melakukan perhitungan, terutama proses perhitungan yang menghubungkan
materi matematika pada pokok bahasan yang sedang dipelajari dengan materi
matematika pada pokok bahasan yang telah dipelajari. Siswa kesulitan
menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Kemampuan koneksi metamatis akan terlihat apabila adanya peta
konsep. Teknik
peta konsep dikembangkan oleh Novak di
Cornell University pada tahun 1960. Karya ini didasarkan pada teori-teori dari
David Ausubel, yang menekankan pentingnya pengetahuan sebelumnya untuk dapat
belajar tentang konsep-konsep baru. “Concept
maps are intended to represent meaningful relationshis betwen concepts in the
form or propositions (Novak and Gowin, 1985: 15). Berdasarkan definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa peta konsep merupakan suatu diagram atau skema
yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep
dalam bentuk dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung. “A concept map is a visual tool for
representing knowledge relationships In a concept map (Mwakapenda &
Adler, (2002: 62)”. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-konsep yang
penting melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep atau ide-ide pengetahuan.
Novak (Varghese, 2009)
menyimpulkan bahwa "Meaningful learning involves the assimilation of
new concepts and propositions into existing cognitive structures".
Pembelajaran akan sangat bermakna jika siswa mampu menghubungkan konsep-konsep
dengan kata penghubung menjadi proposisi yang bermakna kedalam struktur
kognitif yang ada. Novak (1984) menjelaskan bahwa peta konsep dapat dilakukan
untuk beberapa tujuan: (1) untuk menghasilkan ide-ide; (2) untuk merancang
struktur yang kompleks; (3) untuk mengkoneksikan ide-ide yang kompleks; (4)
untuk membantu belajar dengan eksplisit mengintegrasikan pengetahuan baru dan
lama; dan (5) untuk menilai pemahaman atau mendiagnosa kesalahpahaman. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dengan Rahmat (2013),
pada salah satu sekolah SMP di Banda Aceh di dalam proses
pembelajaran sebagian besar siswa belum mampu menghubungkan mengolompokkan ide-idenya
dalam sebuah gambar yang berbentuk peta konsep. Hal ini disebabkan siswa masih belum terbiasa dengan suasana pembelajaran
matematika dalam mengaitkan antar materi dan menghubungkan materi dalam
sebuah peta konsep.
Berdasarkan uraian di atas perlu dipilih suatu
model pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya, sehingga siswa mampu melakukan koneksi antar materi matematika
itu sendiri dan membuat peta konsep dalam menghubungkan antara konsep yang akan dipelajari dengan konsep yang lama. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membantu siswa mengatur informasi
dengan menghubungkannya ke struktur kognitif.
Salah satu model
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis adalah
model pembelajaran advance organizer. Pada pelaksanaannya, model
pembelajaran advance organizer dapat dibantu dengan berbagai sarana
seperti, peta konsep, bagan, diagram, media, dan sebagainya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Aziz (2011: 99) bahwa penerapan model pembelajaran advance
organizer dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan teknik-teknik
yang lebih bervariatif. Variasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan peta konsep. Untuk
itu, Ausubel (Joyce et al, 2009: 281) merekomendasikan model
pembelajaran advance organizer untuk
menjembatani pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ausubel (Joyce et al, 2009: 281) bahwa
model pembelajaran advance organizer
dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa mengenai pengetahuan mereka
tentang materi pelajaran tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas dan
memelihara pengetahuan tersebut dengan baik. Dahar (1989: 118) menjelaskan bahwa model pembelajaran advance organizer lebih berguna untuk
mengajarkan isi pelajaran yang mempunyai struktur teratur. Oleh karena itu
terlihat adanya kesesuaian model pembelajaran advance organizer dengan karakteristik materi yang dipelajari.
Menurut Curzon (Shihusa
and Keraro, 2009: 414), “Advance
organizers are therefore frameworks that enable students learn new ideas or
information and meaningfully link these ideas to the existing cognitive
structure”. Model pembelajaran advance
organizer sangat berguna untuk membangun ide-ide atau informasi baru untuk
mengaitkan dan menghubungkan konsep-konsep secara bermakna dengan struktur kognitif yang
ada.
Menurut
Joyce et al (2009: 288) model pembelajaran advance
organizer memiliki tiga tahap kegiatan yaitu:
Tahap pertama: Presentasi Advance
Organizer
1.
Batasan materi tentang
2.
Menyajikan peta konsep tentang materi
sebelumnya.
3.
Memberikan contoh-contoh
4.
Mengulang
5.
Mendorong kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa
Tahap kedua: Presentasi Tugas atau
Materi Pembelajaran
1.
Menyajikan materi
2.
Memperjelas pengelohan materi sebelumnya
3.
Memperjelas aturan materi yang akan dikerjakan dan
cara membuat peta konsep.
4.
Membuat peta konsep
Tahap Ketiga: Memperkuat Pengolahan
Kognitif
1.
Melakukan refleksi terhadap penyelidikan.
2.
Menyimpulkan materi
3.
Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran
Terdapat beberapa
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dengan tehnik peta konsep dan model
pembelajaran advance organizer. Salah
satu penelitian yang menggunakan tehnik peta konsep adalah penelitian Varghese
(2009) peta konsep dapat menunjuk peningkatan dalam pemahaman matematika.
Selanjutnya dari penerapan model pembelajaran advance organizer (Bahri dan Rahmat, 2013) menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami matematika
meningkat dan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran advance organizer
menyenangkan. Oleh
karena itu, model pembelajaran advance
organizer dapat mengaktifkan siswa dalam mengaitkan antar materi dan
menghubungkan informasi dalam ide-ide yang baru sehingga konsep-konsep yang
sulit akan lebih mudah dipahami oleh siswa dan bertahan lebih lama dan siswa
mampu mengolompokkan ide-idenya dalam sebuah gambar yang berbentuk peta konsep.
Metode
Sudjana (2004) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah
suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap
variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini
terdapat dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran advance organizer, sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan
koneksi matematis dan membuat peta konsep siswa
Sesuai
dengan jenis penelitian yang telah ditetapkan, maka dipilih satu bentuk desain “Pre-Tes-Post-tes Control Group
Design” Sudjana (2004), penelitian yang tepat untuk dilaksanakan dalam penelitian ini
adalah:
Tabel 1 Desain Penelitian
Kelas
|
Pre-test
|
Perlakuan
|
Post-test
|
Eksperimen
|
O
|
X
|
O
|
Kontrol
|
O
|
-
|
O
|
Keterangan:
O = Pre-Test
dan Post Test
X = Pembelajaran Matematika
Siswa dengan model
pembelajaran Advance organizer
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri
5 Lhokseumawe kelas VII yang terdiri atas sepuluh kelas. Sedangkan sampel yang
dipilih 2 (dua) kelas yaitu kelas VII1 dan
kelas VII5, dengan teknik pengambilan sampel secara random sampling.
Pengembangan instrumen yang akan digunakan untuk
mengukur kemampuan koneksi matematis dan membuat peta konsep siswa
diawali dengan berkonsultasi dengan validator untuk mendapatkan saran terhadap
soal tes yang digunakan. Validator terdiri dari dosen pendidikan matematika FKIP Unsyiah, guru
bidang studi matematika dan teman sejawat yang memeliki potensi akademik.
Setelah mendapatkan saran dari validator dan perbaikan maka dilanjutkan dengan
melakukan uji coba di sekolah. Uji coba yang dilakukan bertujuan untuk mengukur
kecukupan waktu serta keterbacaan soal. Soal tes yang baik harus melalui
beberapa tahap penilaian diantaranya, analisis validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan tingkat kesukaran.
Data hasil
tes kemampuam koneksi matematis siswa model pembelajaran advance organizer dan pembelajaran
pembelajaran konvensional, dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan
postes. Pengujian ini dilakukan untuk data skor gain ternormalisasi
kemampuan koneksi matematis. Uji statistik menggunakan Uji kriteria pengujian Tolak H0 Jika Fhitung>
Ftabel.
Analisis
kemampuan membuat peta konsep menggunakan rubrik. Rubrik merupakan seperangkat
penilaian yang berisi kriteria penilaian dan berguna untuk guru dalam rangka
menilai atau memberikan skor terhadap suatu subjek, topik, atau aktifitas.
Namun rubrik juga bisa berbentuk penskoran deskriptif yang menggambarkan
tingkatan-tingkatan kriteria penampilan siswa.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
uji anava faktorial 2 x 2 kemampuan koneksi matematis siswa
berdasarkan model
pembelajaran dan kemampuan awal siswa Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 2 Rangkuman Uji ANAVA Faktorial 2 x 3 Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Berdasarkan Model Pembelajaran dan
Kemampuan Awal Siswa
Source
|
Type
III Sum of Squares
|
Df
|
Mean
Square
|
F
|
Sig.
|
Pembelajaran
|
.257
|
1
|
.257
|
14.853
|
.000
|
Nilai_KAM
|
.255
|
2
|
.127
|
7.373
|
.001
|
Pembelajaran * Nilai_KAM
|
.036
|
2
|
.018
|
1.052
|
.355
|
Error
|
1.124
|
65
|
.017
|
|
|
Total
|
15.478
|
71
|
|
|
|
Corrected Total
|
1.812
|
70
|
|
|
|
Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk faktor
pembelajaran nilai F hitung sebesar 14,853 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dari nilai taraf signikan 0,05, maka tolak Ho dan
terima Ha, yang berarti kemampuan koneksi matematis siswa
dengan menerapkan
pembelajaran
advance organizer berbeda
secara signifikan dari pada siswa yang pembelajarannya secara konvensional dapat diterima. Karena perbedaan
tersebut signifikan dan rata-rata kemampuan koneksi matematika
siswa dengan menerapkan pembelajaran advance organizer lebih besar (
) dari pada siswa yang pembelajarannya secara
konvensional, maka
kemampuan koneksi matematika siswa dengan menerapkan pembelajaran advance organizer lebih baik dari pada siswa
yang pembelajarannya secara konvensional.
Curzon (Shihusa and
Keraro, 2009: 414), “Advance organizers
are therefore frameworks that enable students learn new ideas or information
and meaningfully link these ideas to the existing cognitive structure”.
Model pembelajaran advance organizer
sangat berguna untuk membangun ide-ide atau informasi baru untuk mengaitkan dan
menghubungkan konsep-konsep secara bermakna dengan struktur
kognitif yang ada. Hal ini sesuai
dengan penelitian Ersiraji (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa.
Kemampuan
siswa membuat peta konsep setalah pembelajaran berlangsung memperoleh nilai
rata-rata 74,97 (74,97 % dar nilai ideal). Hal ini berarti bahwa hampir seluruh
siswa mampu membuat peta konsep melalui model pembelajaran advance organizer. Namun
tidak satu pun siswa mampu membuat peta konsep dengan lengkap ini terbukti
nilai maksimal dari penilaian peta konsep siswa adalah 88 (88 % dari nilai
ideal). Sebagian besar siswa mengalami kendala dalam mengaitkan konsep segitiga
dengan segiempat, sehingga siswa lebih fokus mengaitkan segitiga berdasarkan
sisi dengan segitiga berdasarkan sudut tanpa memperhatikan keterkaitan konsep
luas segitiga dengan segiempat. Sebagian kecil siswa kususnya siswa yang
kemampuan awalnya tinggi bisa mengaitkan konsep luas segitiga dengan segiempat
tetapi tidak maksimal. Sebagaimana
diungkapkan Serdan (2011), “none of the
two group did not put any cros links with other topic as good as possible in
their concept maps”. Salah satu peta konsep yang
dibuat siswa seperti pada gambar 4.9 berikut:
Gambar 4.9 Jawaban Kemampuan Siswa Membuat Peta Konsep
Berdasarkan hasil analisis data kemampuan siswa
membuat peta konsep diperoleh kemampuan rata-rata 74,97 (74,97 % dari nilai
ideal). Hal ini berarti kemampuan siswa dalam membuat peta konsep pada
pembelajaran matematika berada pada katagori tinggi.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang
telah dikemukakan pada bagian terdahulu dapat diambil beberapa simpulan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis
dan kaitan dengan membuat peta konsep siswa SMP melalui model pembelajaran advance organizer. Adapun kesimpulan tersebut sebagai berikut:
1.
Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran advance organizer lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2.
Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (pembelajaran advance organizer dan konvensional) dengan faktor kemampuan awal siswa (tinggi,
sedang, rendah) untuk mempengaruhi kemampuan koneksi
matematis.
3.
Kemampuan siswa membuat peta konsep pada pembelajaran
matematika melalui model pembelajaran advance
organizer dilaksanakan dengan baik.
Model Pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran matematika di
Sekolah Menengah Pertama perlu lebih dikembangkan lagi agar siswa lebih bisa
mengasah kemampuan koneksi matematis dan membuat peta konsep. Adapun saran-saran
yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut;
1.
Model
pembelajaran advance organizer sangat potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika
2.
Model
pembelajaran advance organizer akan sangat baik diterapkan dalam rangka memenuhi tujuan mata pelajaran matematika kapada satuan pendidikan dasar dan menengah.
3.
Diharapkan bagi para guru untuk menerapkan model
pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran matematika di
sekolah.
4.
Diharapkan
kepada peneliti-peneliti selanjutnya kiranya dapat menerapkan model
pembelajaran advance organizer pada
pokok bahasan yang lain serta mengembangkan aspek kemamapuan yang lain seperti
kemampuan penalaran, pemecahan masalah, kreativitas, berpikir kritis, dan kemampuan lainnya
Daftar Pustaka
Afgani, J.D. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Aziz, T. A.
(2008). Pembelajaran Matematika dengan Advance Organizer dengan peta Konsep
untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa SMA. Tesis Unimed: Tidak
diterbitkan
Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori
Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas (2006). Ringkasan
Kegiatan Belajar Mengajar. (online). http://www.puskur.or.id/data/ringkasan_kbm.pdf, 2002, Makalah. DiaksesTanggal 11 Januari 2014
Johar, R. (1994). Studi Tentang Penggunaan Tehnik Pemetaan
Konsep dalam Proses Belajar Mengajar Mtematika. Padang: Institut dan Ilmu
Pendidikan Padang. Tidak Diterbitkan
______ (2006). Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Joyce,
B., Weil, M., Calhoun, E. (2009).
Model’s of Teaching (Model-Model
Pengajaran Edisi Kedelapan Diterjemahkan oleh Ahmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Cirebon Timur: Pustaka Pelajar
Mwakapenda, W. & Adler, J. (2002). “Do I still
remember?”: Using concept mapping to explore student understanding of key
concepts in secondary mathematics. Journal of Research in Science Teaching, 27(10),
s937-949
NCTM. (1989). Curriculum and
Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur.
______(2000). Principles and Standar for Scholl Matematics. USA: NCTM
Novak. & D. B. Gowin. (1984). Learning How to Learn. New York and Cambridge: Cambridge
University Press.
Novak. J. (1991). Clarify with concept maps. The Science Teacher, 58(7): 45-49.
Shihusa. H and Keraro. F.N, (2009). Using Advance Organizers to Enhance
Students’ Motivation in Learning Mathematics.
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2009, 5(4),
413-420.
Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Sumarno.U, dan Johar, R.
(2012). Evaluasi Pembelajaran Matematika.
Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala
Sumarno.U (2012). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pembelajaran
Matematika. Bandung: Tidak
Diterbitkan
Varghese, T. (2009). Concept Maps to
Assess Student Teachers’ Understanding of Mathematical Proof: Journal
of Research The Mathematics Educator,
2009, Vol. 12, No.1, 49-68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar