Kamis, 20 Desember 2012

Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII SMP


A.    Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan sekarang ini dihadapkan pada tantangan-tantangan yang mengharuskannya mampu melahirkan individu-individu yang dapat memenuhi tuntutan global,sebab pendidikan merupakan lembaga yang berusaha untuk membangun masyarakat dan watak bangsa secara berkesinambungan yaitu membina mental, dan kepribadian dalam rangka membentuk manusia seutuhnya. Pendidikan tersebut bisa didapat baik dari pendidikan non formal maupun pendidikan formal. Pendidikan non formal bisa didapat melalui kegiatan non formal seperti les privat maupun pendidikan yang lain diluar  sekolah. Sedangkan pendidikan formal bisa didapat disekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), maupun perguruan tinggi(PT). Di Sekolah Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran wajib bagi semua siswa. Dalam pengajaran matematika diharapkan anak dapat berpikir sendiri untuk menyelesaikan persoalan baru, sebagaimana yang dinyatakan oleh Nasution bahwa ”anak-anak harus belajar berpikir sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan baru, jangan hanya disuruh menghafal jawaban atau pertanyaan.”[1]
Pendidikan dalam era modern semakin tergantung tingkat kualitas,partisipasi dari guru untuk menggunakan berbagai sumber yang tersedia, mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa untuk mempersiapkan pembelajaran yang dapat menumbuhkan cara berpikir siswa menjadi lebih kritis dan kreatif.
Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dari siswa tidaklah mudah. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar.
Kemajuan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi cara belajar yang efektif, sehingga perlu adanya cara berpikir secara terarah dan jelas. Dengan banyaknya permasalahan-permasalahan yang muncul, perlu adanya pembaharuan-pembaharuan di lingkungan pendidikan yang mengarahkan pembelajar agar dapat selalu berpikir kritis. Banyak yang beranggapan bahwa untuk dapat berpikir kritis memerlukan suatu tingkat kecerdasan yang tinggi. Padahal berpikir kritis dapat dilatih pada semua orang untuk dipelajari. Disinilah peranan pendidikan memberikan suatu konsep cara belajar yang efektif.
Dalam interaksi pendidikan peserta didik tidak harus diberi atau dilatih, tetapi mereka dapat mencari, menemukan, memecahkan masalah-masalah dan melatih dirinya. Siswa dilatih berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap proses dan hasil pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat terlaksana dan berjalan secara efektif, disinilah peranan cara berpikir kritis.Kegiatan pembelajaran matematika diharapkan mampu membuat siswa terampil dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya, baik dalam bidang matematika maupun dalam bidang lain yang terkait. Kegiatan pembelajaran matematika diharapkan mampu membuat siswa berkembang daya nalarnya sehingga mampu berpikir kritis, logis, sistematis, dan pada akhirnya siswa diharapkan mampu bersikap obyektif, jujur dan disiplin.
Kegiatan tersebut bertolak belakang dengan apa yang terjadi di kelas VII SMP 8 Lhokseumawe. berikut adalah salah satu contoh soal berpikir kritis yang telah diselesaikan oleh salah seorang siswa SMP 8 Lhokseumawe kelas VII:
Dari sekelompok anak, terdapat 25 anak hobi mengendarai sepeda, 20 anak hobi mengendarai motor, dan 11 anak hobi keduanya. Jumlah anak dalam kelompok tersebut adalah
Peneyelesaiakan:
  1. Bagaimana cara menghitung jumlah anak dalam kelompok tersebut?
-          Dengan cara menjumlahkan kelompok anak yang hobi mengenderai sepeda dengan kelompok anak yang hobi mengenderai motor .
  1. Hitunglah jumlah anak dalam kelompok?
-          25 + 20 = 45
  1. Tentukan hasil akhir jumlah anak dalam kelompok?
-          45
Dari hasil tersebut, terlihat jelas bahwa kemampuan siswa tersebut dalam menyelesaikan soal berpikir kritis masih kurang. Ini dapat dilihat pada poin (b) yaitu kurangnya kemampuan siswa dalam menentukan jawaban rasional, siswa menjumlahkan kelompok anak yang hobi mengenderai sepeda dengan kelompok anak yang hobi mengenderai motor, seharusnya siswa mengurangkan jumlah siswa yang mengenderai sepeda dengan hobi keduanya dan mengurangakan anak yang hobi motor dengan hobi keduanya dan kemudian menjumlahkan hasil pengurangan jumlah siswa yang mengenderai sepeda dengan hobi keduanya dan jumlah siswa yang mengenderai motor dengan hobi keduanya dan menjumlahkan siswa yang hobi keduanya. Oleh karena itu, hasil evaluasi akhir pada poin (c) keliru. Jawaban yang benar adalah 34 tetapi yang didapatkan oleh siswa adalah 45.
Kondisi ini menyebabkan kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan pembelajaran matematika yang melibatkan kegiatan siswa dengan memakai konteks dunia nyata sebagai sumber pengembangan konsep dan sebagai wahana aplikasi melalui proses matematisasi vertikal maupun horisontal. Dalam matematisasi horizontal siswa menggunakan matematika sehingga dapat membantu mareka mengornisasi dan menyelesaikan suatu masalah yang ada pada situasi nyata. Contohnya: pengidenfikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah masalah dengan cara yang berbeda-beda, pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematika. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan dengan menggunakan matematika itu sendiri. Contohnya, penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan pengeneralisasian. Untuk mewujudkan itu semua harus diawali harus diawali dari pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Berkenaan dengan interaksi siswa di kelas, tidak diabaikan PMR, tetapi merupakan bagian yang esensial dalam proses pembelajaran. Selanjutnya tiga prisip kunci PMR, sebagai berikut: menemukakan kembali (guided reinvention), fenomena didaktik (didacticalphenemology) dan model dibangun sendiri oleh siswa (self-devoloped models).Untuk itulah peneliti mencoba untuk menerapkan suatu pembelajaran dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) yang telah lama dikembangkan di Belanda. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah salah satu pemebalajaran dalam pembelajaran matematika yang mengajak siswa untuk menyukai matematika dengan memperlihatkan kepada siswa cara mempelajari matematika, melalui pengalaman langsung ke alam sekitar.[2] Freudental yang mengatakan bahwa “matematika harus terkait dengan realita dan matematika merupakan bagian dari aktivitas manusia”.[3] Menurut De Lange dan Ven Den Neuvel Panhuizen ”Matematika Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah pembelajaran matematika yang mengacu pada konstruktivis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika”.[4]
            Peneliti melihat bahwa pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah Pembelajaran yang sangat tepat diterapkan dalam proses belajar mengajar pada pelajaran matematika guna untuk peningkatan  kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Lhokseumawe”


[1]S.Nasution, Azaz – azaz Kurikulum, (Jakarta: Bina aksara,2003), hal.254
[2]Freudental ,Realistic Mathemathic Education, (online), 2003, http//yowono.blogspot.com, diakses 03 November 2011

[3] Freudental dikitip dalam Yowono,Realistic Mathemathic Education, (online), 2003, http//yowono.blogspot.com, diakses 03 November 2011

[4] Da Lenge dan Ven Den Neuvel Panhuizen dikitip dalam Yowono, Realistic Mathemathic Education, (online), 2003, http//yowono.blogspot.com, diakses 03 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar