Jumat, 13 Februari 2015

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN PETA KONSEP SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER



KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN PETA KONSEP SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER

Samsul Bahri1, Rahmah Johar1, M. Duskri2
1)Prodi Magister Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2)Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh
Email: sison.bahri@gmail.com

Abstrak: Matematika merupakan ilmu terstruktur yang setiap materinya saling berkaitan. Untuk memahami materi matematika yang saling berkaitan ini perlu adanya kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis sangat penting dan merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan tidak dapat dihindari kehadirannya disaat seseorang mempelajari matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran advance organizer dan siswa yang memperoleh pembelajaran secara metode konvensional, interaksi model pembelajaran advance organizer dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa, dan kemampuan membuat peta konsep siswa SMP yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran advance organizer. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 5 Lhokseumawe yang terdiri atas sepuluh kelas. Sebagai sampel dipilih secara acak kelas yang akan menjadi subjek penelitian terpilih VII1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII5 sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah tes kemampuan koneksi matematis berbentuk soal uraian berjumlah 5 butir soal. Nilai reliabilitas masing-masing instrumen tersebut sebesar 0,672. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran advance organizer lebih baik daripada siswa yang memperoleh pemebelajaran secara metode konvensional di SMP Negeri 5 Lhokseumawe. (2) Tidak terdapat interaksi model pembelajaran advance organizer dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. (3) Kemampuan siswa membuat peta konsep pada pembelajaran matematika melalui model pembelajaran advance organizer dilaksanakan dengan baik. Penggunaan model advance organizer dalam pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan matematis dan kaiatan dengan membuat peta konsep siswa SMP siswa menjadi lebih baik. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan koneksi matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model advance organizer daripada yang menggunakan pendekatan konvensional

Kata Kunci: Model Pembelajaran Advance Organizer, Kemampuan Koneksi Matematis, dan Peta Konsep

Pendahuluan
Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam perkembangan sains dan teknologi. Matematika merupakan pondasi penting untuk mendorong kemampuan berfikir abstrak siswa. Objek mendasar guru matematika adalah untuk membuat siswa memiliki perintah yang lebih baik dari pengetahuan matematika dasar dan menumbuhkan kemampuan dasar mereka. Banyak pada bidang ilmu pengetahuan yang lain, seperti: kimia, fisika, biologi, ekonomi, dan lain-lain yang diselesaikan dengan menggunakan kemampuan matematika.
Matematika merupakan ilmu terstruktur yang setiap materinya saling berkaitan. Untuk memahami materi matematika yang saling berkaitan ini perlu adanya kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis sangat penting dan merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan tidak dapat dihindari kehadirannya disaat seseorang mempelajari matematika. Seperti kesepakatan oleh para ahli matematika yang menetapkan lima kemampuan dasar matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (raesoning and proff), koneksi (communication), koneksi (connections), dan representasi (representasion) (Sumarno: 2012).
Menurut Afgani (2011: 4.19) kemampuan koneksi matematis (mathematical connections) didasarkan bahwa matematika sebagai koneksi antar topik matematika (body of knowlegde), koneksi dengan disiplin ilmu lain, serta digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kemampuan koneksi matematis (mathematical connections)  maka konsep pemikiran dan wawasan siswa semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya berfokus pada topik tertentu saja yang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sifat positif terhadap matematika itu sendiri.
Berdasarkan kajian terdahulu yang dilakukan peneliti melalui observasi  kelas dan wawancara dengan  Rahmat (2013) pada salah satu sekolah SMP di Banda Aceh dimana kemampuan siswa untuk melakukan koneksi matematika masih rendah. Siswa mampu menemukan jawaban atas persoalan yang diberikan tetapi mereka tidak yakin untuk mengemukakan alasan dalam melakukan perhitungan, terutama proses perhitungan yang menghubungkan materi matematika pada pokok bahasan yang sedang dipelajari dengan materi matematika pada pokok bahasan yang telah dipelajari. Siswa kesulitan menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Kemampuan koneksi metamatis akan terlihat apabila adanya peta konsep. Teknik peta  konsep dikembangkan oleh Novak di Cornell University pada tahun 1960. Karya ini didasarkan pada teori-teori dari David Ausubel, yang menekankan pentingnya pengetahuan sebelumnya untuk dapat belajar tentang konsep-konsep baru. “Concept maps are intended to represent meaningful relationshis betwen concepts in the form or propositions (Novak and Gowin, 1985: 15). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa peta konsep merupakan suatu diagram atau skema yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung. A concept map is a visual tool for representing knowledge relationships In a concept map (Mwakapenda & Adler, (2002: 62)”. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep atau ide-ide pengetahuan.  
Novak (Varghese, 2009) menyimpulkan bahwa "Meaningful learning involves the assimilation of new concepts and propositions into existing cognitive structures". Pembelajaran akan sangat bermakna jika siswa mampu menghubungkan konsep-konsep dengan kata penghubung menjadi proposisi yang bermakna kedalam struktur kognitif yang ada. Novak (1984) menjelaskan bahwa peta konsep dapat dilakukan untuk beberapa tujuan: (1) untuk menghasilkan ide-ide; (2) untuk merancang struktur yang kompleks; (3) untuk mengkoneksikan ide-ide yang kompleks; (4) untuk membantu belajar dengan eksplisit mengintegrasikan pengetahuan baru dan lama; dan (5) untuk menilai pemahaman atau mendiagnosa kesalahpahaman.  Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dengan  Rahmat (2013), pada salah satu sekolah SMP di Banda Aceh di dalam proses pembelajaran sebagian besar siswa belum mampu menghubungkan mengolompokkan ide-idenya dalam sebuah gambar yang berbentuk peta konsep. Hal ini disebabkan siswa masih belum terbiasa dengan suasana pembelajaran matematika dalam mengaitkan antar materi dan menghubungkan materi dalam sebuah peta konsep.
 Berdasarkan uraian di atas perlu dipilih suatu model pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa mampu melakukan koneksi antar materi matematika itu sendiri dan membuat peta konsep dalam menghubungkan antara konsep yang akan dipelajari dengan konsep yang lama. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membantu siswa mengatur informasi dengan menghubungkannya ke struktur kognitif.
Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis adalah model pembelajaran advance organizer. Pada pelaksanaannya, model pembelajaran advance organizer dapat dibantu dengan berbagai sarana seperti, peta konsep, bagan, diagram, media, dan sebagainya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aziz (2011: 99) bahwa penerapan model pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan teknik-teknik yang lebih bervariatif. Variasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan peta konsep. Untuk itu, Ausubel (Joyce et al, 2009: 281) merekomendasikan model pembelajaran advance organizer untuk menjembatani pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ausubel (Joyce et al, 2009: 281) bahwa model pembelajaran advance organizer dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa mengenai pengetahuan mereka tentang materi pelajaran tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas dan memelihara pengetahuan tersebut dengan baik. Dahar (1989: 118) menjelaskan bahwa model pembelajaran advance organizer lebih berguna untuk mengajarkan isi pelajaran yang mempunyai struktur teratur. Oleh karena itu terlihat adanya kesesuaian model pembelajaran advance organizer dengan karakteristik materi yang dipelajari.
Menurut Curzon (Shihusa and Keraro, 2009: 414), “Advance organizers are therefore frameworks that enable students learn new ideas or information and meaningfully link these ideas to the existing cognitive structure”. Model pembelajaran advance organizer sangat berguna untuk membangun ide-ide atau informasi baru untuk mengaitkan dan menghubungkan konsep-konsep secara bermakna dengan struktur kognitif yang ada.
Menurut Joyce et al (2009: 288) model pembelajaran advance organizer memiliki tiga tahap kegiatan yaitu:
Tahap pertama: Presentasi Advance Organizer
1.    Batasan materi tentang 
2.    Menyajikan peta konsep tentang materi sebelumnya.
3.    Memberikan contoh-contoh
4.    Mengulang
5.    Mendorong kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa
Tahap kedua: Presentasi Tugas atau Materi Pembelajaran
1.    Menyajikan materi
2.    Memperjelas pengelohan materi sebelumnya
3.    Memperjelas aturan materi yang akan dikerjakan dan cara membuat peta konsep.
4.    Membuat peta konsep
Tahap Ketiga: Memperkuat Pengolahan Kognitif
1.    Melakukan refleksi terhadap penyelidikan.
2.    Menyimpulkan materi
3.    Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dengan tehnik peta konsep dan model pembelajaran advance organizer. Salah satu penelitian yang menggunakan tehnik peta konsep adalah penelitian Varghese (2009) peta konsep dapat menunjuk peningkatan dalam pemahaman matematika. Selanjutnya dari penerapan model pembelajaran advance organizer (Bahri dan Rahmat, 2013) menunjukkan bahwa  kemampuan siswa dalam memahami matematika meningkat dan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer menyenangkan. Oleh karena itu, model pembelajaran advance organizer dapat mengaktifkan siswa dalam mengaitkan antar materi dan menghubungkan informasi dalam ide-ide yang baru sehingga konsep-konsep yang sulit akan lebih mudah dipahami oleh siswa dan bertahan lebih lama dan siswa mampu mengolompokkan ide-idenya dalam sebuah gambar yang berbentuk peta konsep.

Metode
Sudjana (2004) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini terdapat dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan model pembelajaran advance organizer, sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan koneksi matematis dan membuat peta konsep siswa  Sesuai dengan jenis penelitian yang telah ditetapkan, maka dipilih satu bentuk desain Pre-Tes-Post-tes Control Group Design” Sudjana (2004), penelitian yang tepat untuk dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 1 Desain Penelitian
Kelas
Pre-test
Perlakuan
Post-test
Eksperimen
O
X
O
Kontrol
O
-
O
Keterangan:
 O = Pre-Test dan Post Test
X = Pembelajaran Matematika Siswa dengan model pembelajaran Advance organizer
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe kelas VII yang terdiri atas  sepuluh kelas. Sedangkan sampel yang dipilih 2 (dua) kelas yaitu kelas VII1 dan kelas VII5, dengan teknik pengambilan sampel secara random sampling.
Pengembangan instrumen yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi matematis dan membuat peta konsep siswa diawali dengan berkonsultasi dengan validator untuk mendapatkan saran terhadap soal tes yang digunakan. Validator terdiri dari dosen pendidikan matematika FKIP Unsyiah, guru bidang studi matematika dan teman sejawat yang memeliki potensi akademik. Setelah mendapatkan saran dari validator dan perbaikan maka dilanjutkan dengan melakukan uji coba di sekolah. Uji coba yang dilakukan bertujuan untuk mengukur kecukupan waktu serta keterbacaan soal. Soal tes yang baik harus melalui beberapa tahap penilaian diantaranya, analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.
Data hasil tes kemampuam koneksi matematis siswa model pembelajaran advance organizer dan pembelajaran pembelajaran konvensional, dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Pengujian ini dilakukan untuk data skor gain ternormalisasi kemampuan koneksi matematis. Uji statistik menggunakan Uji kriteria pengujian Tolak H0 Jika Fhitung> Ftabel.
Analisis kemampuan membuat peta konsep menggunakan rubrik. Rubrik merupakan seperangkat penilaian yang berisi kriteria penilaian dan berguna untuk guru dalam rangka menilai atau memberikan skor terhadap suatu subjek, topik, atau aktifitas. Namun rubrik juga bisa berbentuk penskoran deskriptif yang menggambarkan tingkatan-tingkatan kriteria penampilan siswa.

Hasil dan Pembahasan
Hasil uji anava faktorial 2 x 2 kemampuan koneksi matematis siswa berdasarkan model pembelajaran dan kemampuan awal siswa Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 2    Rangkuman Uji ANAVA Faktorial 2 x 3 Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Berdasarkan Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Siswa
Source
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Pembelajaran
.257
1
.257
14.853
.000
Nilai_KAM
.255
2
.127
7.373
.001
Pembelajaran * Nilai_KAM
.036
2
.018
1.052
.355
Error
1.124
65
.017


Total
15.478
71



Corrected Total
1.812
70




Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk faktor pembelajaran nilai F hitung sebesar 14,853 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari nilai taraf signikan 0,05, maka tolak Ho dan terima Ha, yang berarti kemampuan koneksi matematis siswa dengan menerapkan pembelajaran advance organizer berbeda secara signifikan dari pada siswa yang pembelajarannya secara konvensional dapat diterima. Karena perbedaan tersebut signifikan dan rata-rata kemampuan koneksi matematika siswa dengan menerapkan pembelajaran advance organizer lebih besar ( )  dari pada siswa yang pembelajarannya secara konvensional, maka kemampuan koneksi matematika siswa dengan menerapkan pembelajaran advance organizer lebih baik dari pada siswa yang pembelajarannya secara konvensional.

Curzon (Shihusa and Keraro, 2009: 414), “Advance organizers are therefore frameworks that enable students learn new ideas or information and meaningfully link these ideas to the existing cognitive structure”. Model pembelajaran advance organizer sangat berguna untuk membangun ide-ide atau informasi baru untuk mengaitkan dan menghubungkan konsep-konsep secara bermakna dengan struktur kognitif yang ada. Hal ini sesuai dengan penelitian Ersiraji (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Kemampuan siswa membuat peta konsep setalah pembelajaran berlangsung memperoleh nilai rata-rata 74,97 (74,97 % dar nilai ideal). Hal ini berarti bahwa hampir seluruh siswa mampu membuat peta konsep melalui model pembelajaran advance organizer. Namun tidak satu pun siswa mampu membuat peta konsep dengan lengkap ini terbukti nilai maksimal dari penilaian peta konsep siswa adalah 88 (88 % dari nilai ideal). Sebagian besar siswa mengalami kendala dalam mengaitkan konsep segitiga dengan segiempat, sehingga siswa lebih fokus mengaitkan segitiga berdasarkan sisi dengan segitiga berdasarkan sudut tanpa memperhatikan keterkaitan konsep luas segitiga dengan segiempat. Sebagian kecil siswa kususnya siswa yang kemampuan awalnya tinggi bisa mengaitkan konsep luas segitiga dengan segiempat tetapi tidak maksimal. Sebagaimana diungkapkan Serdan (2011), “none of the two group did not put any cros links with other topic as good as possible in their concept maps”. Salah satu peta konsep yang dibuat siswa seperti pada gambar 4.9 berikut:
Gambar 4.9 Jawaban Kemampuan Siswa Membuat Peta Konsep
Berdasarkan hasil analisis data kemampuan siswa membuat peta konsep diperoleh kemampuan rata-rata 74,97 (74,97 % dari nilai ideal). Hal ini berarti kemampuan siswa dalam membuat peta konsep pada pembelajaran matematika berada pada katagori tinggi.

Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu dapat diambil beberapa simpulan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kaitan dengan membuat peta konsep siswa SMP melalui model pembelajaran advance organizer. Adapun kesimpulan tersebut sebagai berikut:
1.         Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran advance organizer lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2.         Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (pembelajaran advance organizer dan konvensional) dengan faktor kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) untuk mempengaruhi kemampuan koneksi matematis.
3.         Kemampuan siswa membuat peta konsep pada pembelajaran matematika melalui model pembelajaran advance organizer dilaksanakan dengan baik.
Model Pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama perlu lebih dikembangkan lagi agar siswa lebih bisa mengasah kemampuan koneksi matematis dan membuat peta konsep. Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut;
1.        Model pembelajaran advance organizer sangat potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika
2.        Model pembelajaran advance organizer akan sangat baik diterapkan dalam rangka memenuhi tujuan mata pelajaran matematika kapada satuan pendidikan dasar dan menengah.
3.        Diharapkan bagi para guru untuk menerapkan model pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran matematika di sekolah.
4.        Diharapkan kepada peneliti-peneliti selanjutnya kiranya dapat menerapkan model pembelajaran advance organizer pada pokok bahasan yang lain serta mengembangkan aspek kemamapuan yang lain seperti kemampuan penalaran, pemecahan masalah, kreativitas, berpikir kritis, dan kemampuan lainnya

Daftar Pustaka

Afgani, J.D. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Aziz, T. A. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Advance Organizer dengan peta Konsep untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa SMA. Tesis Unimed: Tidak diterbitkan

Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas (2006). Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. (online). http://www.puskur.or.id/data/ringkasan_kbm.pdf, 2002, Makalah. DiaksesTanggal 11 Januari 2014

Johar, R. (1994). Studi Tentang Penggunaan Tehnik Pemetaan Konsep dalam Proses Belajar Mengajar Mtematika. Padang: Institut dan Ilmu Pendidikan Padang. Tidak Diterbitkan

______ (2006). Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. (2009). Model’s of Teaching (Model-Model Pengajaran Edisi Kedelapan Diterjemahkan oleh Ahmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Cirebon Timur: Pustaka Pelajar

Mwakapenda, W. & Adler, J. (2002). “Do I still remember?”: Using concept mapping to explore student understanding of key concepts in secondary mathematics. Journal of Research in Science Teaching, 27(10), s937-949

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur. 

______(2000). Principles and Standar for Scholl Matematics. USA: NCTM

Novak. & D. B. Gowin. (1984). Learning How to Learn. New York and Cambridge: Cambridge University Press.

Novak. J. (1991). Clarify with concept maps. The Science Teacher, 58(7): 45-49.

Shihusa. H and Keraro. F.N, (2009). Using Advance Organizers to Enhance Students’ Motivation in Learning Mathematics. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2009, 5(4), 413-420.

Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sumarno.U, dan Johar, R. (2012). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala

Sumarno.U (2012). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika.  Bandung: Tidak Diterbitkan

Varghese, T. (2009). Concept Maps to Assess Student Teachers’ Understanding of Mathematical Proof:  Journal of Research The Mathematics Educator,  2009, Vol. 12, No.1, 49-68